Tentang kota
oleh: Rahma Shinta (English 2012)
Lebih dari 90 hari aku berkelana
Di sutau tempat dimana
Orang-orang menyebutnya kota
Akan kuceritakan kepada ayah-ibuku
Tentang gedung-gedung yang memakai tanjak1)
Patung-patung yang berkebaya
Juga jalan-jalan yang penuh dengan penjaja
Yang di kampungku tak pernah ada
Barangkali akan ada raut ceria yang tergambar
Ditengah kemarau yang melanda dada mereka
Kemarau yang mengeringkan bait-bait senjang2)
Serta menerbangkan suara-suara batang hari sembilan3)
Di tengah kota
Permasalahan dipublikasikan sebagai isyarat
Bagi semua tv dan media yang pernah dirawat
Sedang ayah-ibuku
Yang tulang belakangnya kian melengkung
Terkurung di kampung
Menatap senja tak berujung
*catatan
·Tanjak : hiasan kepala yang dipakai oleh mempelai pria, adat Palembang.
·Senjang: kesenian daerah berupa Talibun yang disajikan dengan cara yang kompleks, bersal dari Sungai Keruh, Musi Banyuasin.
.Batang hari sembilan: pantun bersahut yang dilontarkan oleh bujang gadis daerah Besemah yang gitar akustik mengiringi reju.
Di sutau tempat dimana
Orang-orang menyebutnya kota
Akan kuceritakan kepada ayah-ibuku
Tentang gedung-gedung yang memakai tanjak1)
Patung-patung yang berkebaya
Juga jalan-jalan yang penuh dengan penjaja
Yang di kampungku tak pernah ada
Barangkali akan ada raut ceria yang tergambar
Ditengah kemarau yang melanda dada mereka
Kemarau yang mengeringkan bait-bait senjang2)
Serta menerbangkan suara-suara batang hari sembilan3)
Di tengah kota
Permasalahan dipublikasikan sebagai isyarat
Bagi semua tv dan media yang pernah dirawat
Sedang ayah-ibuku
Yang tulang belakangnya kian melengkung
Terkurung di kampung
Menatap senja tak berujung
*catatan
·Tanjak : hiasan kepala yang dipakai oleh mempelai pria, adat Palembang.
·Senjang: kesenian daerah berupa Talibun yang disajikan dengan cara yang kompleks, bersal dari Sungai Keruh, Musi Banyuasin.
.Batang hari sembilan: pantun bersahut yang dilontarkan oleh bujang gadis daerah Besemah yang gitar akustik mengiringi reju.
Puisi Untuk Ayah
oleh: Shinta Puspita K. (Math 2009)
Ayah,
Kau adalah seorang guru,
Tanpa butuh dasi ataupun kemeja.
Kau adalah seorang pengajar sejati.
Walaupun dua tahun yang lalu,
hanya menulis catatan di balik kertas-kertas yang sudah hampir usang.
Lalu mengumpulkannya dalam satu bundelan kertas yang berbau debu.
Bila orang lain melihatmu, tak akan ada yang percaya...
Bahwa engkau adalah seorang guru besar di rumah kami yang mungil.
Kau mengajarkan kami betapa pentingnya waktu,
Indahnya berbagi,
Pentingnya impian dan tujuan,
mahalnya kebenaran dan kejujuran,
serta manisnya berusaha.
Tak akan ada yang tahu, tanpa mengenalmu lebih jauh.
Hatimu yang selalu menginginkan yang terbaik untuk setiap orang,
terbungkus rapi dalam gaya bicaramu yang keras dan tegas.
Pengorbananmu yang tak kenal waktu,
yang seringkali tak terlihat karena tertutup emosimu.
Perjuanganmu hingga saat-saat terakhir,
yang tertutup karena sakitmu.
Semuanya mengajarkan aku, tentang bagaimana seharusnya kita bersikap.
Dan mengajarkan aku pula, bahwa setiap detik yang kita lalui sangatlah berharga.
Ayah, mungkin saat ini kau tak kan tahu aku menulis puisi untukmu.
dan mungkin semuanya tak akan berguna bila kuucapkan di atas nisanmu.
Tak akan ada sepatah kata pun darimu untuk membalas kata-kataku.
Ayah, engkau adalah seorang guru bagiku.
Sampai kapan pun, kau adalah guru besar bagiku.
Seandainya aku dapat menyampaikan kata-kataku padamu,
ingin aku ucapkan,
betapa aku bangga padamu.